Non Floristik
ANALISIS VEGETASI NON-FLORISTIK
TAMAN NASIONAL ALAS
PURWO BANYUWANGI JAWA TIMUR
LAPORAN
KKL
Disusun untuk memenuhi
tugas matakuliah Ekologi
yang dibina oleh Mr. Dr.Hadi Suwono, M.Sc. dan
Mrs. Dr.Vivi Novianti, S.Si, M.Si.
Oleh:
Kelompok 16
Offering A
1. Aisyatur Robia/150341600791
2. Bidari Intan Rucitra/150341602763
3. Dwi Darmayanti/150341601390
4. Luthfianti Fanani/150341603019
5. Regia Ilmahani/150341600415
6. Ruri Indarti/150341600730
7. Umar Hanif /150341603597
UNIVERSITAS NEGERI
MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam suatu ekosistem
hutan, memiliki hubungan erat satu sama lain dengan lingkungannya (Hilwan et
al., 2013). Taman Nasional Alas Purwo merupakan
kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa yang terletak di ujung timur pulau
jawa, lebih tepatnya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut data dari
Balai Taman Nasional Alas
Purwo (BTNAP), Taman Nasional Alas Purwo berada di ketinggian 322 meter di atas
permukaan laut, Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan
laut (dpl) dengan hutan seluas 43.420 hektar yang memiliki topografi datar,
bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter
dpl) ini menjadi lokasi yang tepat sebagai ekosistem hutan hujan yang ada di
Pulau Jawa. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna. Tercatat sedikitnya 584 jenis
tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon menghuni
kawasan ini.
Kajian komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan bagian kajian ekologi
Tumbuhan. Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat
dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif.
Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi organik yang
dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan menjadi dua
pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei, 1990). Dalam
mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati penampakan luar atau
gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa memperhatikan jenis-jenis
tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang demikian ini biasa dikenal
sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik (Rasosoedarmo, 1986).
Tumbuh-tumbuhan dari berbagai jenis life form (herba, semak, pohon)
membentuk pola vegetasi tertentu. Pola vegetasi ini diakbatkan juga oleh
kondisi faktor abotik pada habitat tersebut. Faktor abiotik tersebut antara
lain suhu udara, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara,
suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah.
Secara keseluruhan Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional yang memiliki
formasi vegetasi yang lengkap dimana hampir semua tipe formasi vegetasi dapat
dijumpai di lokasi taman nasional ini.
Kelengkapan vegetasi ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran, khusunya
ekologi dalam mengkaji pola vegetasi dan pengaruh faktor abiotik terhadap
vegetasi yang ada. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui pola
penyebaran vegetasi di Taman Nasional Alas Purwo menggunakan metode non
floristik.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan, disusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah
pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo ?
2.
Bagaimanakah
pengaruh faktor abiotik di Taman Nasional Alas Purwo terhadap pola vegetasi
tanaman ?
1.3 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka disusun tujuan
penelitian sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui
pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo
2.
Untuk mengetahui
pengaruh faktor abiotik terhadap pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas
Purwo
1.4 Ruang
Lingkup Penelitian
1.
Penelitian ini
mendeskripsikan keadaan bentuk hidup (life
form), profil tegakan dan gambar stratifikasi vegetasi yang terdapat di
hutan Taman Nasional Alas Purwo
2.
Stratifikasi
vegetasi dibatasi pada life from, stratifikasi, fungsi daun, bentuk dan ukuran
daun, tekstur daun.
3.
Penelitian ini
mendeskripsikan faktor lingkungan (suhu udara,
kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, suhu tanah, pH
tanah dan kelembaban tanah) pada
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
1.5 Definisi Operasional
1.
Vegetasi adalah kumpulan
dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama-sama pada suatu tempat, biasanya terdiri
dari beberapa jenis berbeda (Gem,1996).
2.
Non Floristik
adalah merupakan metode yang menggambarkan
penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin
ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
3.
Life form
adalah bentuk hidup suatu tanaman, dibagi menjadi herba, perdu, bryoid, pohon
tinggi berkayu (Syafei,1990).
4.
Herba adalah
tumbuhan tidak berkayu(Syafei,1990).
5.
Bryoid
(tumbuhan berbentuk batang termasuk lumut daun, lumut hati, lumut kerak, dan
jamur) (Syafei,1990).
6.
Perdu adalah tumbuhan berkayu yang pendek (Syafei,1990).
7.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hutan merupakan suatu ekosistem yang
terdiri dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan. Masyarakat
tumbuh-tumbuhan dalam suatu ekosistem hutan, memiliki hubungan erat satu sama
lain dengan lingkungannya (Hilwan et al., 2013). Hutan memiliki peran
yang penting bagi kehidupan manusia, yaitu dengan menyerap karbondioksida (CO2) di atmosfir sehingga mengurangi pemanasan global dan menghasilkan
oksigen (O2) yang
sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Hutan juga menjadi habitat (tempat
hidup) dari berbagai jenis flora dan fauna (Campbell,
2005). Manusia sudah seharusnya mengelola dan mengembangkan hutan agar
kelestariannya dapat terus terjaga.
Taman
Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa yang
terletak di ujung timur pulau jawa, lebih tepatnya di Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur. Menurut data dari Balai Taman Nasional Alas Purwo (BTNAP),
Taman Nasional Alas Purwo berada di ketinggian 322 meter di atas permukaan
laut, Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan laut
(dpl) dengan hutan seluas 43.420 hektar yang memiliki topografi datar,
bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter
dpl) ini menjadi lokasi yang tepat sebagai ekosistem hutan hujan yang ada di
Pulau Jawa. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna. Tercatat sedikitnya 584 jenis
tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon menghuni
kawasan ini.
Kajian komunitas tumbuhan atau vegetasi
merupakan bagian kajian ekologi Tumbuhan. Secara garis besar metode analisis
dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif
dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi
organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan
menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei,
1990). Dalam mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati
penampakan luar atau gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa
memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang
demikian ini biasa dikenal sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik (Rasosoedarmo, 1986).
Metode no-floristik merupakan metode yang menggambarkan
penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin
ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
a) Bentuk Hidup
b) Stratifikasi
1.
Lebih
dari 25 meter
2.
10-25
meter
3.
8-10
meter
4.
2-4
meter
5.
0,5-2
meter
6.
0,1-0,5
meter
7.
0,0-
0,1 meter
c) Cover
B
|
Sangat
jarang
|
P
|
Berkelompok
|
I
|
Diskontinu
(< 60 %)
|
C
|
Kontinue
(> 60 %)
|
d) Fungsi Daun
e) Bentuk dan Ukuran Daun
f) Tekstur Daun
Perbedaan struktur dan komposisi pada
setiap strata tumbuhan bawah berkaitan erat dengan kondisi habitat (Wijayanti,
2011). Kondisi habitat akan berbeda-beda di setiap wilayah, perbedaan tersebut
dapat dipengaruhi oleh ketinggian tempat, suhu udara, kelembaban udara, dan
intensitas cahaya. Dengan demikian faktor lingkungan merupakan faktor pembatas
bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan suatu jenis.
Pada
dasarnya, masing-masing vegetasi tumbuhan memiliki kisaran toleransi tertentu
terhadap semua kondisi faktor lingkungan abiotik. Setiap organisme mempunyai
suatu minimum dan maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas
dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kisaran faktor lingkungannya (Wijayanti, 2011). Daerah
antara batas terbawah dan batas teratas inilah yang menjadi daerah optimum yang
merupakan kondisi fisiologis
yang
paling baik bagi vegetasi tumbuhan. Apabila vegetasi tumbuhan berada pada
kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinnya, maka
vegetasi tumbuhan tersebut akan mengalami tekanan atau berada dalam kondisi
kritis menetukan vegetasi tumbuhan untuk tumbuh. Adapun faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman di suatu
vegetasi adalah sebagai berikut.
1.
Suhu
Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 15°-40°C (59°440°F). Suhu suatu
tempat ditentukan oleh altitude (ketinggian) dan latitude (garis lintang).
Berdasarkan atas suhu tempat tumbuh tanaman dikenal vegetasi: tropical,
temperate, taiga, tundra dan polar. Beberapa ilmuwan membagi
vegetasi di dunia ini dalam 4 kelas berdasar suhu tempat, yaitu:
1) megatherms (suhu tinggi
sepanjang tahun)
2) mesotherms (suhu tinggi dan rendah
bergantian)
3) microtherms (suhu rendah)
4) hekistotherms (suhu sangat rendah)
Setiap komunitas tanaman mengenal adanya titik kardinal. Untuk daerah
tropis titik kardinal tersebut adalah:
1) suhu minimum (50 -150 C): apabila suhu suatu
daerah kurang dari suhu ini tanaman akan terganggu pertumbuhannya bahkan dapat
menyebabkan kematian apabila suhu tersebut berlangsung cukup lama.
2) suhu optimum (sekitar 300 C):
suhu yang paling baik untuk pertumbuhan
tanaman.
3) suhu maksimum (sekitar 400 C): apabila suhu lingkungannya
di atas suhu maksimum, pertumbuhan tanaman juga akan terganggu bahkan dapat
menyebabkan kematian.
2.
Kelembaban
Kelembaban udara pada umumnya dinyatakan dalam kelembaban relative yang
mempengaruhi evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi akan meningkat atau
lancar apabila kelembaban udara di sekitar tanaman rendah. Transpirasi tanaman
sangat erat hubungannya dengan penyerapan unsur hara dari dalam tnah. Apabila
transpirasi cepat, penyerapan unsur hara juga akan cepat. Akan tetapi apabila
kelembaban udara tinggi menyebabkan transpirasi menjadi lambat, sehingga
penyerapan unsur hara juga akan lambat. Kelembaban udara yang tinggi dapat
menstimulir pertumbuhan jamur, fungi, bakteri, yang dapat merugikan tanaman.
3.
Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi yang diperlukan dalam proses
fotosintesis tanaman. Cahaya matahari mempengaruhi kehidupan tanaman karena 4
hal:
1) intensitasnya: banyaknya jumlah cahaya (dalam foot candle) yang
sampai pada tanaman
2) kualitasnya: panjang gelombang (dalam satuan mg) yang dapat
ditangkap/ disekap tanaman
3) durasi: lamanya pencahayaan
4) arah datangnya cahaya: berkaitan dengan intensitas.
4.
Angin
Angin sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama angin yang tidak
terlalu kencang karena angin atau udara yang bergerak merupakan penyedia gas CO2
yang sangat dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis.
5.
Kelembaban tanah
Jaringan tanaman mengandung sekitar 90 % air. Kandungan air dalam tanaman
dapat hilang melalui transpirasi yang dapat diganti hanya dengan penyerapan air
dari tanah. Fungsi penting air dalam tanaman adalah:
1) memberikan turgiditas tanaman sehingga
tanaman tetap tegak
2) mengatur suhu dalam tubuh tanaman
3) berfungsi sebagai pelarut dan pembawa hara.
6.
Suhu tanah
Suhu dalam tanah di samping mempengaruhi proses fisis dan khemis yang terjadi
di dalam tanah juga mempengaruhi kecepatan absorbsi air dan zat-zat yang terlarut,
perkecambahan biji dan kecepatan pertumbuhan bagian-bagian tanaman yang ada di
dalam tanah. Proses metabolisme tanaman dan penyerapan air oleh akar yang
maksimum umumnya terjadi antara 20-30°C. Suhu rendah di bawah 200 C
menyebabkan pengurangan absorbsi air yang cukup besar. Tanah-tanah yang dingin
tidak kondusif untuk pertumbuhan yang cepat pada sebagian besar tanaman. Suhu
tanah merupakan salah satu faktor yang mengendalikan aktivitas mikroorganisme
dan proses penyediaan hara bagi tanaman. Nitrifikasi tidak dapat terjadi
apabila suhu tanah mencapai sekitar 5O C (40O F).
7.
Reaksi tanah
Tanah dapat bersifat netral, asam atau basa (alkalin) tergantung pada komponen
garam-garam dasar dan asam. Tan ah-tanah yang netral paling balk untuk
pertumbuhan sebagian besar tanaman.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Tempat dan
Waktu Pengamatan
Observasi melalui kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mata kuliah
Ekologi dilaksanakan di Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi, Jawa Timur. Kegiatan
dilaksanakan pada tanggal 24-27 Maret 2017.
3.2 Alat dan
Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain transek
ukuran 10 x 10 m, kuadran ukuran 5 x 5 m, soil thermometer, roll meter, alat
tulis, kantong plastik, kertas label, tali raffia, lux meter, pH meter,
anemometer, hygrometer, dan soil analyzer.
3.3 Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada stasiun 16 yang dibagi
menjadi 25 plot. Observasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
1.
Membuat transek berukuran 10 m x 10 m kemudian membuat garis lurus sejajar
dengan garis pantai sepanjang 500 meter
2. Membuat petak cuplikan pada transek
(ukuran 5 m x 5 m)
3. Membuat garis transek menuju arah
daratan dan masuk ke hutan
4.
Mengamati setiap tumbuhan berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh Dansereu
(1958 dalam Philips) kemudian mencatat hasil amatan pada tabel pengamatan
5. Mengukur faktor lingkungan sesuai
dengan alat yang tersedia
6.
Membuat gambar sesuai ketentuan pada petunjuk praktikum berdasarkan data yang
telah diperoleh.
3.4 Teknik
Analisis Data
Metode
yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh adalah metode non-floristik.
BAB
IV
DATA
DAN ANALISIS DATA
4.1
Jenis Tumbuhan
Plot
|
No
|
Jenis Tumbuhan
|
Rumus
|
Jumlah Spesies
|
1
|
1
2
3
4
5
|
Hernandio
peltata
Barningtonia
asiatica
Allophyllus
cobe
Panicum
Sp.
Wedelia
triloba
|
H6CIAE
W5DIHE
S5IIHE
H7PIGE
H7PIAX
|
23
1
7
34
3
|
2
|
1
2
3
4
|
Hernandio
peltata
Allophyllus
cobe
Barningtonia
asiatica
Mammea
odorata
|
H6CIAE
S5IIHE
W5DIHE
W2BIHE
|
6
11
2
2
|
3
|
1
2
3
|
Allophyllus
cobe
Gymnema
litorale
Piper
retrofractum
|
S5IIHE
H5IIAE
H7PIAE
|
21
10
2
|
4
|
1
2
3
|
Hernandio
peltata
Barningtonia
asiatica
Allophyllus
cobe
|
H6CIAE
W5DIHE
S5IIHE
|
4
20
15
|
5
|
1
2
|
Mammea
odorata
Allophyllus
cobe
|
W2BIHE
S5IIHE
|
20
8
|
6
|
1
2
3
|
Mammea
odorata
Allophyllus
cobe
Drypetes
serrata
|
W2BIHE
S5IIHE
S5IIAX
|
40
7
10
|
7
|
1
2
|
Drypetes
serrata
Mammea
odorata
|
S5IIAX
W2BIHE
|
13
8
|
8
|
1
2
|
Drypetes
serrata
Mammea
odorata
|
S5IIAX
W2BIHE
|
79
50
|
9
|
1
|
Drypetes
serrata
|
S5IIAX
|
70
|
10
|
1
2
|
Drypetes
serrata
Mammea
odorata
|
S5IIAX
W2BIHE
|
80
2
|
11
|
1
2
3
|
Drypetes
serrata
Ardissia
Sp.
Mammea
odorata
|
S5IIAX
W3BIAX
W2BIHE
|
33
15
1
|
12
|
1
2
3
|
Ardissia
Sp.
Drypetes
serrata
Mammea
odorata
|
W3BIAX
S5IIAX
W2BIHE
|
140
20
25
|
13
|
1
2
3
|
Mammea
odorata
Drypetes
serrata
Ardissia
Sp.
|
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
|
35
25
10
|
14
|
1
2
3
|
Drypetes
serrata
Mammea
odorata
Ardissia Sp.
|
S5IIAX
W2BIHE
W3BIAX
|
30
40
25
|
15
|
1
2
3
|
Mammea
odorata
Drypetes
serrata
Ardissia
Sp.
|
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
|
25
40
5
|
16
|
1
|
Ardissia
Sp.
|
W3BIAX
|
60
|
17
|
1
2
3
4
5
6
|
Mammea
odorata
Ardissia
Sp.
Drypetes
serrata
Alstonia
spectabilis
Leea
angulata
Microcos
tomentosa
|
W2BIHE
W3BIAX
S5IIAX
S4BIAX
S4BIAX
S4BIAX
|
30
13
15
1
1
1
|
18
|
1
2
3
|
Mammea
odorata
Ardissia
Sp.
Drypetes
serrata
|
W2BIHE
W3BIAX
S5IIAX
|
7
20
10
|
19
|
1
2
3
|
Mammea
odorata
Drypetes
serrata
Ardissia
Sp.
|
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
|
10
12
25
|
20
|
-
|
-
|
-
|
-
|
21
|
-
|
-
|
-
|
-
|
22
|
1
|
Ardisia Sp.
|
W3BIAX
|
30
|
23
|
-
|
-
|
-
|
-
|
24
|
-
|
-
|
-
|
-
|
25
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan :
(-) Plot
tidak bisa dilewati dan tidak dilakukan analisis vegetasi
4.2 Faktor Abiotik
Plot
|
Faktor Abiotik
|
||||||
Suhu (oC)
|
Kelembaban Udara (%)
|
Suhu Tanah (oC)
|
Kelembaban Tanah (%)
|
pH Tanah
|
Intensitas Cahaya
|
Kecepatan Angin (m/s)
|
|
1
|
32,7
|
67
|
29,5
|
0
|
7
|
380
x100
|
54
|
2
|
32,7
|
69
|
29,5
|
10
|
7
|
270
x100
|
72
|
3
|
33
|
68
|
29
|
10
|
7
|
009
x100
|
27
|
4
|
33
|
71
|
29,5
|
10
|
7
|
003
x100
|
18
|
5
|
33,7
|
65
|
29
|
25
|
7
|
001
x100
|
9
|
6
|
33,7
|
64,5
|
2
|
5
|
7
|
002
x100
|
9
|
7
|
24,8
|
63
|
29
|
10
|
7
|
029
x100
|
72
|
8
|
32,2
|
67
|
29
|
25
|
7
|
001
x100
|
18
|
9
|
32
|
69
|
29,5
|
25
|
7
|
002
x100
|
18
|
10
|
31,8
|
71,5
|
29,5
|
25
|
7
|
001
x100
|
9
|
11
|
32
|
72,5
|
29,5
|
25
|
7
|
005
x100
|
27
|
12
|
32
|
70
|
29,5
|
25
|
7
|
005
x100
|
9
|
13
|
32,2
|
71
|
29,5
|
5
|
7
|
001
x100
|
0
|
14
|
32,2
|
69
|
29,5
|
10
|
7
|
001
x100
|
0
|
15
|
32,2
|
70
|
29,5
|
40
|
7
|
003
x100
|
27
|
16
|
32,5
|
68
|
29
|
25
|
7
|
003
x100
|
0
|
17
|
32,7
|
69.5
|
29,5
|
10
|
7
|
001
x100
|
9
|
18
|
32,7
|
65
|
29,5
|
25
|
7
|
001
x100
|
0
|
19
|
33
|
68
|
31,5
|
10
|
7
|
001
x100
|
27
|
20
|
-
|
-
|
29,5
|
40
|
7
|
001
x100
|
36
|
21
|
-
|
-
|
29,5
|
5
|
7
|
001
x100
|
-
|
22
|
33
|
64
|
29,5
|
10
|
7
|
001
x100
|
36
|
23
|
-
|
-
|
30
|
10
|
7
|
004
x100
|
-
|
24
|
-
|
-
|
30
|
10
|
7
|
051
x100
|
-
|
25
|
-
|
-
|
29,5
|
10
|
7
|
522
x100
|
-
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Secara garis besar metode analisis dalam ilmu
vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif dan metode
non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi organik
yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan menjadi dua
pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei, 1990). Dalam
mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati penampakan luar atau
gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa memperhatikan jenis-jenis
tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang demikian ini biasa dikenal
sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik. Jadi dalam hal ini
pengetahuan mengenai taksonomi dari jenis-jenis tumbuhan penyusun vegetasi
sangat diperlukan, tetapi penggambaran vegetasi dapat didasarkan dari bentuk
hidup (life-form herba, perdu, dan pohon). Disamping itu kajian vegetasi yang
memperhatikan taksonomi jenis-jenis tumbuhan sebagai komponen penyusun vegetasi
adalah kajian floristic (Rasosoedarmo,1986.).
Tumbuhan di Alas Purwo
cukup beragam, terlihat dari 22 plot yang dilakukan analisis vegetasi,
ditemukan tumbuhan dengan life form
herba, perdu dan pohon. Tumbuhan herba yang ditemukan antara lain Hernandio peltata, Panicum Sp., Wedelia
triloba, Gymnema litorale, dan Piper retrofractum. Tumbuhan perdu yang
ditemukan antara lain Allophyllus cobe,
Drypetes serrata, Alstonia spectabilis, Leea angulata, dan Microcos tomentosa.
Sementara tumbuhan pohon yang ditemukan adalah Barningtonia asiatica , Mammea odorata dan Ardissia Sp. Berdasarkan
analisis , dapat diketahui vegetasi pada stasiun 16 didominasi oleh pohon
tinggi berkayu yaitu 670 pohon. Sementara tumbuhan lain yaitu perdu 72 tumbuhan
dan herba 519 tumbuhan.
Tumbuhan herba memiliki
tinggi 0,1-0,5 meter, daunnya selalu hijau berbentuk medium atau kecil dan
berbentuk seperti membrane. Tapi ada pula yang seperti rumput dan ada yang bertekstur Sclerophyllous. Tumbuhan herba memiliki pengcoveran discontinue, continue dan
berkelompok. Tumbuhan dengan life form herba banyak ditemukan di plot 1-4 yang
masih dekat dengan garis pantai. Kawasan ini suhunya antara 32-330
C. tumbuhan masih dapat hidup pada rentangan suhu tersebut karena menurut
Wijayanti (2011), Kisaran suhu
untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 15°-40°C . Kelembaban
udara 67-71 %. Suhu tanah 290 C. Kelembaban tanah 0-10 %. Ph tanah 7
(netral). Intensitas cahaya pada plot 1 tinggi, yaitu 30 x 100. Hal ini
dikarenakan belum rapatnya pepohonan yang menyusun vegetasi sehingga cahaya
dapat menerobos masuk. Intensitas cahaya menurun seiring semakin masuk ke dalam
hutan. Kecepatan angin tinggi karena plot 1-4 masih dekat dengan garis pantai.
Tumbuhan perdu memiliki
tinggi 0,5-2 meter, daunnya selalu hijau, berbentuk lebar dan besar dan bertekstur seperti membrane, ada yang berbentuk
medium atau kecil,
ada yang berteskstur
Sclerophyllous. Tumbuhan ini memiliki pengcoveran discontinue dan sangat jarang. Tumbuhan
perdu tersebar di berbagai plot, baik yang masih dekat dengan garis pantai
maupun pada plot-plot yang lebih masuk ke dalam hutan. Seperti yang telah
disebutkan, intensitas cahaya dan kecepatan angin semakin menurun seiring
semakin masuk ke dalam hutan. Hal ini menyebabkan tidak banyak tumbuhan herba
yang tumbuh sebab tidak mendapatkan cahaya yang cukup karena tertutupi oleh
kanopi pohon-pohon tinggi.
Suhu udara berkisar antara 32-33o C. Kelembaban udara
berkisar antara 63-72,5 %. Kelebaban udara berkaitan erat dengan proses
transpirasi pada tanaman. Apabila kelembaban udara tinggi, transpirasi dan
penyerapan unsure hara menjadi lambat. pH tanah 7 (netral) merupakan pH yang
sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Suhu tanah berkisar antara 29-300
C. Suhu ini merupakan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Proses
metabolisme tanaman dan penyerapan air oleh akar yang maksimum umumnya terjadi
antara 20-30°C (Wijayanti,2011). Kelembaban
tanah tidak menentu, tidak dapat ditarik kesimpulan apakah semakin menjauhi
garis pantai kelembaban semakin tinggi atau semakin rendah. Kelembaban tanah
dipengaruhi oleh jumlah air di dalam tanah. Kelembaban tanah yang tinggi
berarti menyediakan air tanah dan unsur hara yang cukup untuk tanaman.
Tumbuhan pohon
memiliki tinggi 8-25 m. daun selalu hijau (sekulenta) berukuran medium atau kecil dan berbentuk Sclerophyllous. Tumbuhan ini memiliki pengcoveran sangat
jarang. Sama seperti tumbuhan perdu, tumbuhan dengan life form pohon tersebar mulai plot 1 hingga 24. Semakin masuk ke
dalam hutan, semakin banyak tumbuhan dengan life
form pohon ditemukan. Dengan semakin banyaknya pohon, akan menyebabkan
berkurangnya cahaya matahari yang dapat masuk, melewati celah pepohon. Begitu
pula dengan angin.
Analisis tidak dilakukan
pada plot 20 dan 22 karena kondisi vegetasi yang terlalu lebat,
ditumbuhi tumbuhan menjalar dan berduri sehingga tidak bisa dilakukan analisis
menggunakan kuadrat. Begitu pula dengan plot 23-25.
BAB
VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.
Vegetasi di
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur didominasi oleh pohon tinggi
berkayu. Tumbuhan pohon memiliki tinggi 8-25 m. daun selalu hijau
(sekulenta) berukuran medium atau kecil
dan berbentuk Sclerophyllous. Tumbuhan ini
memiliki pengcoveran sangat jarang. Tumbuhan dengan life form pohon yang
ditemukan antara lain Barningtonia asiatica ,
Mammea odorata dan Ardissia Sp.
2.
Pola vegetasi tanaman di Taman
Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur dipengaruhi oleh faktor abiotik
seperti kecepatan angin, intensitas cahaya, kelembaban udara, suhu udara,
kelembaban tanah, suhu tanah dan pH tanah.
6.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah dipaparkan, disusunlah saran sebagai berikut.
1.
Observasi
seharusnya dilakukan pada 25 plot, apabila kondisi plot tidak memungkinkan maka
dapat mengganti plot di sekitar plot yang tidak memungkinkan tersebut.
2.
Dalam observasi, diperlukan ketelitian yang
tinggi untuk mengidentifikasi setiap spesies yang ditemukan serta menghitung
jumlah spesies tersebut.
Daftar
Rujukan
Campbell,
Reece Mitchell. 2005. Biologi Jilid 1 edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Gem, C. 1996. Kamus Saku Biologi. Jakarta : Erlangga.
Iwan Hilwan, Dadan Mulyana, Weda Gelar Pananjung. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada
Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cylocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea
saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur. Jurnal Slivikultur Tropika , vol 4 hal
6-10.
Rasosoedarmo,
R. Soedarman. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung : CV Remaja Karya.
Syafei, E. Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan.
Bandung: ITB.
TN Alas Purwo, 1999, Rencana
Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo 1999- 2024 Buku II (Data Proyeksi dan
Analisis).
Wijayanti,
Rosianna. 2011.Keanekaragaman Tumbuhan
Paku (Pteridophyta) Pada
Ketinggian Tempat Yang Berbeda-beda Di Sekitar Jalur Selatan Pendakian
Gunung
Merapi.
Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
postingan ini sudah bagus. dan laporannnya juga tersusun rapi.
BalasHapuskalau mau mampir ke blog saya di http://norazeezah.blogspot.co.id/
terima kasih, oke saya akan mampir
Hapussudah bagus, namun dirapikan lagi ya, masih ada yang kurang rata, diperhatikan juga tebal tipis dan cetak miring dalam penulisannya.
BalasHapusterima kasih teman-teman
BalasHapusSecara umum sudah bagus kok nanti jgn lupa mampir ke blog ku yaa
BalasHapusbidariintanrucitra.blogspot.com
Sudah bagus ruur.. cuma perlu diperhatikan lagi sistematika penulisannya.. semangatt
BalasHapusSangat membantu
BalasHapusSemangat menulis
Lebih banyak share laporan praktikum yaa wkwk
hehe, tidak selalu ya
HapusSistematika penulisannya sudah baik dan sangat membantu sebagai referensi dalam memahami metode analisis vegetasi, yaitu non flor. terimakasih :)
BalasHapusterima kasih
Hapus