Non Floristik



ANALISIS  VEGETASI NON-FLORISTIK
TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI JAWA TIMUR

LAPORAN KKL
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi
yang dibina oleh Mr. Dr.Hadi Suwono, M.Sc. dan
Mrs. Dr.Vivi Novianti, S.Si, M.Si.


Oleh:
Kelompok 16
Offering  A

1.      Aisyatur Robia/150341600791
2.      Bidari Intan Rucitra/150341602763
3.      Dwi Darmayanti/150341601390
4.      Luthfianti Fanani/150341603019
5.      Regia Ilmahani/150341600415
6.      Ruri Indarti/150341600730
7.      Umar Hanif /150341603597


 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan. Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam suatu ekosistem hutan, memiliki hubungan erat satu sama lain dengan lingkungannya (Hilwan et al., 2013). Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa yang terletak di ujung timur pulau jawa, lebih tepatnya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut data dari Balai Taman Nasional Alas Purwo (BTNAP), Taman Nasional Alas Purwo berada di ketinggian 322 meter di atas permukaan laut, Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan hutan seluas 43.420 hektar yang memiliki topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl) ini menjadi lokasi yang tepat sebagai ekosistem hutan hujan yang ada di Pulau Jawa. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna. Tercatat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon menghuni kawasan ini.
 Kajian komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan bagian kajian ekologi Tumbuhan. Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei, 1990). Dalam mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati penampakan luar atau gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang demikian ini biasa dikenal sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik (Rasosoedarmo, 1986).
 Tumbuh-tumbuhan dari berbagai jenis life form (herba, semak, pohon) membentuk pola vegetasi tertentu. Pola vegetasi ini diakbatkan juga oleh kondisi faktor abotik pada habitat tersebut. Faktor abiotik tersebut antara lain suhu udara, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah.
Secara keseluruhan Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional yang memiliki formasi vegetasi yang lengkap dimana hampir semua tipe formasi vegetasi dapat dijumpai di lokasi taman nasional ini. Kelengkapan vegetasi ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran, khusunya ekologi dalam mengkaji pola vegetasi dan pengaruh faktor abiotik terhadap vegetasi yang ada. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penyebaran vegetasi di Taman Nasional Alas Purwo menggunakan metode non floristik.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang yang telah dipaparkan, disusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo ?
2.      Bagaimanakah pengaruh faktor abiotik di Taman Nasional Alas Purwo terhadap pola vegetasi tanaman ?
1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo
2.      Untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo
1.4  Ruang Lingkup Penelitian
1.      Penelitian ini mendeskripsikan keadaan bentuk hidup (life form), profil tegakan dan gambar stratifikasi vegetasi yang terdapat di hutan Taman Nasional Alas Purwo
2.      Stratifikasi vegetasi dibatasi pada life from, stratifikasi, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun.
3.      Penelitian ini mendeskripsikan faktor lingkungan (suhu udara, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah) pada Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.

1.5   Definisi Operasional
1.      Vegetasi adalah kumpulan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama-sama pada suatu tempat, biasanya terdiri dari beberapa jenis berbeda (Gem,1996).
2.      Non Floristik adalah merupakan metode yang menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
3.      Life form adalah bentuk hidup suatu tanaman, dibagi menjadi herba, perdu, bryoid, pohon tinggi berkayu (Syafei,1990).
4.      Herba adalah tumbuhan tidak berkayu(Syafei,1990).
5.      Bryoid (tumbuhan berbentuk batang termasuk lumut daun, lumut hati, lumut kerak, dan jamur) (Syafei,1990).
6.      Perdu adalah tumbuhan berkayu yang pendek (Syafei,1990).


7.       
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hutan merupakan suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan. Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam suatu ekosistem hutan, memiliki hubungan erat satu sama lain dengan lingkungannya (Hilwan et al., 2013). Hutan memiliki peran yang penting bagi kehidupan manusia, yaitu dengan menyerap karbondioksida (CO2) di atmosfir sehingga mengurangi pemanasan global dan menghasilkan oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Hutan juga menjadi habitat (tempat hidup) dari berbagai jenis flora dan fauna (Campbell, 2005). Manusia sudah seharusnya mengelola dan mengembangkan hutan agar kelestariannya dapat terus terjaga.

Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa yang terletak di ujung timur pulau jawa, lebih tepatnya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Menurut data dari Balai Taman Nasional Alas Purwo (BTNAP), Taman Nasional Alas Purwo berada di ketinggian 322 meter di atas permukaan laut, Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan hutan seluas 43.420 hektar yang memiliki topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl) ini menjadi lokasi yang tepat sebagai ekosistem hutan hujan yang ada di Pulau Jawa. Kawasan ini kaya akan flora dan fauna. Tercatat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon menghuni kawasan ini.
Kajian komunitas tumbuhan atau vegetasi merupakan bagian kajian ekologi Tumbuhan. Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei, 1990). Dalam mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati penampakan luar atau gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang demikian ini biasa dikenal sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik (Rasosoedarmo, 1986).
Metode no-floristik merupakan metode yang menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
a) Bentuk Hidup
b) Stratifikasi
1.      Lebih dari 25 meter
2.      10-25 meter
3.      8-10 meter
4.      2-4 meter
5.      0,5-2 meter
6.      0,1-0,5 meter
7.      0,0- 0,1 meter

c) Cover 
B
Sangat jarang
P
Berkelompok
I
Diskontinu (< 60 %)
C
Kontinue (> 60 %)
 
d) Fungsi Daun
e) Bentuk dan Ukuran Daun 
f) Tekstur Daun 
 
   Faktor Abiotik
Perbedaan struktur dan komposisi pada setiap strata tumbuhan bawah berkaitan erat dengan kondisi habitat (Wijayanti, 2011). Kondisi habitat akan berbeda-beda di setiap wilayah, perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh ketinggian tempat, suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Dengan demikian faktor lingkungan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan suatu jenis.
Pada dasarnya, masing-masing vegetasi tumbuhan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua kondisi faktor lingkungan abiotik. Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kisaran faktor lingkungannya (Wijayanti, 2011). Daerah antara batas terbawah dan batas teratas inilah yang menjadi daerah optimum yang merupakan kondisi fisiologis yang paling baik bagi vegetasi tumbuhan. Apabila vegetasi tumbuhan berada pada kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinnya, maka vegetasi tumbuhan tersebut akan mengalami tekanan atau berada dalam kondisi kritis menetukan vegetasi tumbuhan untuk tumbuh. Adapun faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman di suatu vegetasi adalah sebagai berikut.
1.      Suhu
Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 15°-40°C (59°440°F).  Suhu suatu tempat ditentukan oleh altitude (ketinggian) dan latitude (garis lintang). Berdasarkan atas suhu tempat tumbuh tanaman dikenal vegetasi: tropical, temperate, taiga, tundra dan polar. Beberapa ilmuwan membagi vegetasi di dunia ini dalam 4 kelas berdasar suhu tempat, yaitu:
1) megatherms (suhu tinggi sepanjang tahun)
2) mesotherms (suhu tinggi dan rendah bergantian)
3) microtherms (suhu rendah)
4) hekistotherms (suhu sangat rendah)
Setiap komunitas tanaman mengenal adanya titik kardinal. Untuk daerah tropis titik kardinal tersebut adalah:
1) suhu minimum (50 -150 C): apabila suhu suatu daerah kurang dari suhu ini tanaman akan terganggu pertumbuhannya bahkan dapat menyebabkan kematian apabila suhu tersebut berlangsung cukup lama.
2) suhu optimum (sekitar 300 C): suhu yang paling baik untuk pertumbuhan
 tanaman.
3) suhu maksimum (sekitar 400 C): apabila suhu lingkungannya di atas suhu maksimum, pertumbuhan tanaman juga akan terganggu bahkan dapat menyebabkan kematian.
2.    Kelembaban
Kelembaban udara pada umumnya dinyatakan dalam kelembaban relative yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi akan meningkat atau lancar apabila kelembaban udara di sekitar tanaman rendah. Transpirasi tanaman sangat erat hubungannya dengan penyerapan unsur hara dari dalam tnah. Apabila transpirasi cepat, penyerapan unsur hara juga akan cepat. Akan tetapi apabila kelembaban udara tinggi menyebabkan transpirasi menjadi lambat, sehingga penyerapan unsur hara juga akan lambat. Kelembaban udara yang tinggi dapat menstimulir pertumbuhan jamur, fungi, bakteri, yang dapat merugikan tanaman.
3.      Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi yang diperlukan dalam proses fotosintesis tanaman. Cahaya matahari mempengaruhi kehidupan tanaman karena 4 hal:
1) intensitasnya: banyaknya jumlah cahaya (dalam foot candle) yang sampai pada tanaman
2) kualitasnya: panjang gelombang (dalam satuan mg) yang dapat ditangkap/ disekap tanaman
3) durasi: lamanya pencahayaan
4) arah datangnya cahaya: berkaitan dengan intensitas.
4.      Angin
Angin sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama angin yang tidak terlalu kencang karena angin atau udara yang bergerak merupakan penyedia gas CO2 yang sangat dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis.



5.      Kelembaban tanah
Jaringan tanaman mengandung sekitar 90 % air. Kandungan air dalam tanaman dapat hilang melalui transpirasi yang dapat diganti hanya dengan penyerapan air dari tanah. Fungsi penting air dalam tanaman adalah:
1) memberikan turgiditas tanaman sehingga tanaman tetap tegak
2) mengatur suhu dalam tubuh tanaman
3) berfungsi sebagai pelarut dan pembawa hara.
6.      Suhu tanah
Suhu dalam tanah di samping mempengaruhi proses fisis dan khemis yang terjadi di dalam tanah juga mempengaruhi kecepatan absorbsi air dan zat-zat yang terlarut, perkecambahan biji dan kecepatan pertumbuhan bagian-bagian tanaman yang ada di dalam tanah. Proses metabolisme tanaman dan penyerapan air oleh akar yang maksimum umumnya terjadi antara 20-30°C. Suhu rendah di bawah 200 C menyebabkan pengurangan absorbsi air yang cukup besar. Tanah-tanah yang dingin tidak kondusif untuk pertumbuhan yang cepat pada sebagian besar tanaman. Suhu tanah merupakan salah satu faktor yang mengendalikan aktivitas mikroorganisme dan proses penyediaan hara bagi tanaman. Nitrifikasi tidak dapat terjadi apabila suhu tanah mencapai sekitar 5O C (40O F).
7.      Reaksi tanah
Tanah dapat bersifat netral, asam atau basa (alkalin) tergantung pada komponen garam-garam dasar dan asam. Tan ah-tanah yang netral paling balk untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman.





BAB III
METODE PENELITIAN
3.1     Tempat dan Waktu Pengamatan
Observasi melalui kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mata kuliah Ekologi dilaksanakan di Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.  Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 24-27 Maret 2017.
3.2     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain transek ukuran 10 x 10 m, kuadran ukuran 5 x 5 m, soil thermometer, roll meter, alat tulis, kantong plastik, kertas label, tali raffia, lux meter, pH meter, anemometer, hygrometer, dan soil analyzer.
3.3     Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada stasiun 16 yang dibagi menjadi 25 plot. Observasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
1. Membuat transek berukuran 10 m x 10 m kemudian membuat garis lurus sejajar dengan garis pantai sepanjang 500 meter
2. Membuat petak cuplikan pada transek (ukuran 5 m x 5 m)
3. Membuat garis transek menuju arah daratan dan masuk ke hutan
4. Mengamati setiap tumbuhan berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh Dansereu (1958 dalam Philips) kemudian mencatat hasil amatan pada tabel pengamatan
5. Mengukur faktor lingkungan sesuai dengan alat yang tersedia
6. Membuat gambar sesuai ketentuan pada petunjuk praktikum berdasarkan data yang telah diperoleh.
3.4     Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh  adalah metode non-floristik.     



BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
4.1 Jenis Tumbuhan
Plot
No
Jenis Tumbuhan
Rumus
Jumlah Spesies
1
1
2
3
4
5
Hernandio peltata
Barningtonia asiatica
Allophyllus cobe
Panicum Sp.
Wedelia triloba
H6CIAE
W5DIHE
S5IIHE
H7PIGE
H7PIAX
23
1
7
34
3
2
1
2
3
4
Hernandio peltata
Allophyllus cobe
Barningtonia asiatica
Mammea odorata
H6CIAE
S5IIHE
W5DIHE
W2BIHE
6
11
2
2
3
1
2
3
Allophyllus cobe
Gymnema litorale
Piper retrofractum
S5IIHE
H5IIAE
H7PIAE
21
10
2
4
1
2
3
Hernandio peltata
Barningtonia asiatica
Allophyllus cobe
H6CIAE
W5DIHE
S5IIHE
4
20
15
5
1
2
Mammea odorata
Allophyllus cobe
W2BIHE
S5IIHE
20
8
6
1
2
3
Mammea odorata
Allophyllus cobe
Drypetes serrata
W2BIHE
S5IIHE
S5IIAX
40
7
10
7
1
2
Drypetes serrata
Mammea odorata
S5IIAX
W2BIHE
13
8
8
1
2
Drypetes serrata
Mammea odorata
S5IIAX
W2BIHE
79
50
9
1
Drypetes serrata
S5IIAX
70
10
1
2
Drypetes serrata
Mammea odorata
S5IIAX
W2BIHE
80
2
11
1
2
3
Drypetes serrata
Ardissia Sp.
Mammea odorata
S5IIAX
W3BIAX
W2BIHE
33
15
1
12
1
2
3
Ardissia Sp.
Drypetes serrata
Mammea odorata
W3BIAX
S5IIAX
W2BIHE
140
20
25
13
1
2
3
Mammea odorata
Drypetes serrata
Ardissia Sp.
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
35
25
10
14
1
2
3
Drypetes serrata
Mammea odorata
Ardissia Sp.
S5IIAX
W2BIHE
W3BIAX
30
40
25
15
1
2
3
Mammea odorata
Drypetes serrata
Ardissia Sp.
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
25
40
5
16
1
Ardissia Sp.
W3BIAX
60
17
1
2
3
4
5
6
Mammea odorata
Ardissia Sp.
Drypetes serrata
Alstonia spectabilis
Leea angulata
Microcos tomentosa
W2BIHE
W3BIAX
S5IIAX
S4BIAX
S4BIAX
S4BIAX
30
13
15
1
1
1
18
1
2
3
Mammea odorata
Ardissia Sp.
Drypetes serrata
W2BIHE
W3BIAX
S5IIAX
7
20
10
19
1
2
3
Mammea odorata
Drypetes serrata
Ardissia Sp.
W2BIHE
S5IIAX
W3BIAX
10
12
25
20
-
-
-
-
21
-
-
-
-
22
1
Ardisia Sp.
W3BIAX
30
23
-
-
-
-
24
-
-
-
-
25
-
-
-
-

Keterangan :
(-)  Plot tidak bisa dilewati dan tidak dilakukan analisis vegetasi
4.2 Faktor Abiotik
Plot
Faktor Abiotik
Suhu (oC)
Kelembaban Udara (%)
Suhu Tanah (oC)
Kelembaban Tanah (%)
pH Tanah
Intensitas Cahaya
Kecepatan Angin (m/s)
1
32,7
67
29,5
0
7
380
x100
54
2
32,7
69
29,5
10
7
270
x100
72
3
33
68
29
10
7
009
x100
27
4
33
71
29,5
10
7
003
x100
18
5
33,7
65
29
25
7
001
x100
9
6
33,7
64,5
2
5
7
002
x100
9
7
24,8
63
29
10
7
029
x100
72
8
32,2
67
29
25
7
001
x100
18
9
32
69
29,5
25
7
002
x100
18
10
31,8
71,5
29,5
25
7
001
x100
9
11
32
72,5
29,5
25
7
005
x100
27
12
32
70
29,5
25
7
005
x100
9
13
32,2
71
29,5
5
7
001
x100
0
14
32,2
69
29,5
10
7
001
x100
0
15
32,2
70
29,5
40
7
003
x100
27
16
32,5
68
29
25
7
003
x100
0
17
32,7
69.5
29,5
10
7
001
x100
9
18
32,7
65
29,5
25
7
001
x100
0
19
33
68
31,5
10
7
001
x100
27
20
-
-
29,5
40
7
001
x100
36
21
-
-
29,5
5
7
001
x100
-
22
33
64
29,5
10
7
001
x100
36
23
-
-
30
10
7
004
x100
-
24
-
-
30
10
7
051
x100
-
25
-
-
29,5
10
7
522
x100
-


BAB V
PEMBAHASAN
Secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu metode destruktif dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan guna memahami materi organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode non-destruktif dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan non-floristik (Syafei, 1990). Dalam mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati penampakan luar atau gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang demikian ini biasa dikenal sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik. Jadi dalam hal ini pengetahuan mengenai taksonomi dari jenis-jenis tumbuhan penyusun vegetasi sangat diperlukan, tetapi penggambaran vegetasi dapat didasarkan dari bentuk hidup (life-form herba, perdu, dan pohon). Disamping itu kajian vegetasi yang memperhatikan taksonomi jenis-jenis tumbuhan sebagai komponen penyusun vegetasi adalah kajian floristic (Rasosoedarmo,1986.).
Tumbuhan di Alas Purwo cukup beragam, terlihat dari 22 plot yang dilakukan analisis vegetasi, ditemukan tumbuhan dengan life form herba, perdu dan pohon. Tumbuhan herba yang ditemukan antara lain Hernandio peltata, Panicum Sp., Wedelia triloba, Gymnema litorale, dan Piper retrofractum. Tumbuhan perdu yang ditemukan antara lain Allophyllus cobe, Drypetes serrata, Alstonia spectabilis, Leea angulata, dan Microcos tomentosa. Sementara tumbuhan pohon yang ditemukan adalah Barningtonia asiatica , Mammea odorata dan Ardissia Sp. Berdasarkan analisis , dapat diketahui vegetasi pada stasiun 16 didominasi oleh pohon tinggi berkayu yaitu 670 pohon. Sementara tumbuhan lain yaitu perdu 72 tumbuhan dan herba 519 tumbuhan.
Tumbuhan herba memiliki tinggi 0,1-0,5 meter, daunnya selalu hijau berbentuk medium atau kecil dan berbentuk seperti membrane. Tapi ada pula yang seperti rumput dan ada yang bertekstur Sclerophyllous. Tumbuhan herba memiliki pengcoveran discontinue, continue dan berkelompok. Tumbuhan dengan life form herba banyak ditemukan di plot 1-4 yang masih dekat dengan garis pantai. Kawasan ini suhunya antara 32-330 C. tumbuhan masih dapat hidup pada rentangan suhu tersebut karena menurut Wijayanti (2011), Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 15°-40°C . Kelembaban udara 67-71 %. Suhu tanah 290 C. Kelembaban tanah 0-10 %. Ph tanah 7 (netral). Intensitas cahaya pada plot 1 tinggi, yaitu 30 x 100. Hal ini dikarenakan belum rapatnya pepohonan yang menyusun vegetasi sehingga cahaya dapat menerobos masuk. Intensitas cahaya menurun seiring semakin masuk ke dalam hutan. Kecepatan angin tinggi karena plot 1-4 masih dekat dengan garis pantai.
Tumbuhan perdu memiliki tinggi 0,5-2 meter, daunnya selalu hijau, berbentuk lebar dan besar dan bertekstur seperti membrane, ada yang berbentuk  medium atau kecil, ada yang berteskstur Sclerophyllous. Tumbuhan ini memiliki pengcoveran discontinue dan sangat jarang. Tumbuhan perdu tersebar di berbagai plot, baik yang masih dekat dengan garis pantai maupun pada plot-plot yang lebih masuk ke dalam hutan. Seperti yang telah disebutkan, intensitas cahaya dan kecepatan angin semakin menurun seiring semakin masuk ke dalam hutan. Hal ini menyebabkan tidak banyak tumbuhan herba yang tumbuh sebab tidak mendapatkan cahaya yang cukup karena tertutupi oleh kanopi pohon-pohon tinggi. 
Suhu udara berkisar antara 32-33o C. Kelembaban udara berkisar antara 63-72,5 %. Kelebaban udara berkaitan erat dengan proses transpirasi pada tanaman. Apabila kelembaban udara tinggi, transpirasi dan penyerapan unsure hara menjadi lambat. pH tanah 7 (netral) merupakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Suhu tanah berkisar antara 29-300 C. Suhu ini merupakan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman.  Proses metabolisme tanaman dan penyerapan air oleh akar yang maksimum umumnya terjadi antara 20-30°C (Wijayanti,2011). Kelembaban tanah tidak menentu, tidak dapat ditarik kesimpulan apakah semakin menjauhi garis pantai kelembaban semakin tinggi atau semakin rendah. Kelembaban tanah dipengaruhi oleh jumlah air di dalam tanah. Kelembaban tanah yang tinggi berarti menyediakan air tanah dan unsur hara yang cukup untuk tanaman.
Tumbuhan pohon memiliki tinggi 8-25 m.  daun selalu hijau (sekulenta) berukuran  medium atau kecil dan berbentuk Sclerophyllous.  Tumbuhan ini memiliki pengcoveran sangat jarang. Sama seperti tumbuhan perdu, tumbuhan dengan life form pohon tersebar mulai plot 1 hingga 24. Semakin masuk ke dalam hutan, semakin banyak tumbuhan dengan life form pohon ditemukan. Dengan semakin banyaknya pohon, akan menyebabkan berkurangnya cahaya matahari yang dapat masuk, melewati celah pepohon. Begitu pula dengan angin.
Analisis tidak dilakukan pada plot 20 dan 22 karena kondisi vegetasi yang terlalu lebat, ditumbuhi tumbuhan menjalar dan berduri sehingga tidak bisa dilakukan analisis menggunakan kuadrat. Begitu pula dengan plot 23-25.


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.      Vegetasi di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur didominasi oleh pohon tinggi berkayu. Tumbuhan pohon memiliki tinggi 8-25 m.  daun selalu hijau (sekulenta) berukuran  medium atau kecil dan berbentuk Sclerophyllous.  Tumbuhan ini memiliki pengcoveran sangat jarang. Tumbuhan dengan life form pohon yang ditemukan antara lain Barningtonia asiatica , Mammea odorata dan Ardissia Sp.
2.      Pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti kecepatan angin, intensitas cahaya, kelembaban udara, suhu udara, kelembaban tanah, suhu tanah dan pH tanah.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, disusunlah saran sebagai berikut.
1.      Observasi seharusnya dilakukan pada 25 plot, apabila kondisi plot tidak memungkinkan maka dapat mengganti plot di sekitar plot yang tidak memungkinkan tersebut.
2.       Dalam observasi, diperlukan ketelitian yang tinggi untuk mengidentifikasi setiap spesies yang ditemukan serta menghitung jumlah spesies tersebut.


Daftar Rujukan
Campbell, Reece Mitchell. 2005. Biologi Jilid 1 edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Gem, C. 1996. Kamus Saku Biologi. Jakarta : Erlangga.
Iwan Hilwan, Dadan Mulyana, Weda Gelar Pananjung. 2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cylocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasca Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jurnal Slivikultur Tropika , vol 4 hal 6-10. 
Rasosoedarmo, R. Soedarman. 1986. Pengantar Ekologi. Bandung : CV Remaja Karya.
Syafei, E. Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
TN Alas Purwo, 1999, Rencana Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo 1999- 2024 Buku II (Data Proyeksi dan Analisis).
Wijayanti, Rosianna. 2011.Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Pada Ketinggian Tempat Yang Berbeda-beda Di Sekitar Jalur Selatan Pendakian Gunung Merapi. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.                                           


Komentar

  1. postingan ini sudah bagus. dan laporannnya juga tersusun rapi.


    kalau mau mampir ke blog saya di http://norazeezah.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  2. sudah bagus, namun dirapikan lagi ya, masih ada yang kurang rata, diperhatikan juga tebal tipis dan cetak miring dalam penulisannya.

    BalasHapus
  3. Secara umum sudah bagus kok nanti jgn lupa mampir ke blog ku yaa
    bidariintanrucitra.blogspot.com

    BalasHapus
  4. Sudah bagus ruur.. cuma perlu diperhatikan lagi sistematika penulisannya.. semangatt

    BalasHapus
  5. Sangat membantu
    Semangat menulis
    Lebih banyak share laporan praktikum yaa wkwk

    BalasHapus
  6. Sistematika penulisannya sudah baik dan sangat membantu sebagai referensi dalam memahami metode analisis vegetasi, yaitu non flor. terimakasih :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Endodermic and exothermic organisms

Capture Mark Release Recapture